Kamis, 16 Mei 2013

Godaan Para Muridin Thoriqoh


Ujian paling awal yang dijumpai para calon pengikut thoriqoh ialah perkara niat. Apakah motivasi masuk thoriqoh itu betul betul didasari oleh niat ikhlas semata mata menjalankan perintah Alloh dan Rosululloh, ataukah niat niat yang lain. Kenyataannya tidak sedikit orang masuk thoriqoh telah jatuh pada filter pertama lantaran salah soal nawaitu ini. Ada yang niat karena mengikuti ajakan teman, niat mencari kesembuhan, niat mencari kemakmuran ekonomi, atau sungkan kepada orang tuanya. Ada pula niat untuk kepantasan dimata masyarakat, ada yang niat supaya bisa ilmu pengobatan, ada yang niat untuk kesaktian dll. Bagi penempuh jalan Thoriqoh harusnya berhati hati pada kesalahan niat ini, karena akan berpengaruh pada keberhasilannya kelak.

Dan setelah masuk thoriqoh, kerapkali muncul godaan godaan yang mengiringi para penempuhnya. Ada godaan yang timbul dari luar diri kita seperti persoalan beratnya perekonomian, fitnahan dari orang lain, masalah pekerjaan, keluarga dll. Adapula godaan yang muncul dari dalam diri kita sendiri, diantara bisa dikelompokkan sebagai berikut:
Sebelum dan ketika Amaliyah

1. Kasal

Kasal artinya malas. Malas untuk menjalankan ibadah kepada Alloh SWT, padahal sebenarnya mereka dapat dan sanggup untuk melaksanakannya. Kasal ini seringkali menghantui dalam fikiran dan hati manusia yang berniat menjalani amaliyah thoriqoh. Kesempatan ada kemampuan juga ada tapi malas untuk melaksanakannya. Terkadang untuk menutup nutupi rasa malasnya supaya tidak dipersalahkan orang lain maka ia akan mencari cari alasan dan argumentasi agar tidak dipersalahkan karena kemalasannya tersebut.

2. Futur

Bimbang dan ragu ragu atau lemah sendirian, tidak memiliki tekad yang kuat. Terkadang muncul keragu raguan dalam hati, apakah amalan yang baik tersebut dilaksanakan ataukah tidak. Adakalanya bimbang karena terbayang bayang beratnya menjalani amalan tersebut, terkadang bimbang apakah ia akan bisa merasakan hasil atau manfaatnya atau hanya sia sia saja. Adakalanya bimbang apakah mampu menghadapi rintangan rintangannya, atau bisa jadi bimbang karena tarik menarik mana yang lebih penting antara urusan duniawi dan urusan ukhrowi.

3. Malal

Malal artinya bosan dan jenuh. Kadangkala hati manusia dihantui oleh fikiran dan perasaannya sendiri karena sudah menjalani berbagai macam amaliyah yang baik dalam thoriqoh. Sudah berpuluh puluh tahun lamanya tapi tetap saja tidak ada peningkatan ruhani ataupun kesejahteraan yang dapat dirasakannya, sehingga menganggap bahwa amaliyah baik yang sudah dijalankannya selama ini seperti tidak ada manfaatnya apa apa. Akhirnya bosan dan jemu kemudian beribadah secara aja kadarnya saja, bahkan muncul sifat meremehkan terhadap amal ibadah itu sendiri.

Timbulnya hal hal tersebut di atas adalah disebabkan kurang kuatnya para keimanan, kurang mantapnya keyakinan dan banyak terpengaruh oleh hawanya sendiri. Apabila hal hal tersebut dibiarkan saja bersarang dalam fikiran dan hati kita maka bisa mengakibatkan gagalnya mencapai tujuan dalam berthoriqoh.
Ketika dan sesudah amaliyah

Sedangkan hal hal yang juga sering menggoda dan menghalangi pada saat sedang dan sesudah melaksanakan ritual amaliyah thoriqoh, diantaraonya:

1. Riya'

Riya' ialah ingin dipuji puji manusia. Sengaja mempertontonkan atau menampak nampakkan ibadah atau amalnya kepada orang lain, atau ada suatu maksud tertentu "selain daripada Alloh".

Ingat manusia tidak bisa menjadi baik hanya karena pujian dan manusia tidak bisa menjadi buruk hanya karena celaan. Manusia yang ibadah dengan niat ingin dipuji manusia maka sebenarnyalah dia sidak menyembah kepada Alloh tetapi menyembah kepada sesuatu atau manusia yang diharapkan pujiannya tersebut.

2. Sum'ah

Sengaja menceritakan tentang amal ibadahnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ikhlas karena Alloh, dengan maksud agar orang lain menganggapnya orang yang mulia dalam urusan agama. Dirinya beribadah tidak karena ingin dipuji orang atau karena sesuatu selain Alloh Ta'ala, dirinya itu tawadhu', padahal dibalik apa yang diungkapkannya itu justru berharap supaya orang lain menganggapnya sebagai manusia yang ikhlas dan selalu menjaga kebersihan hatinya.

3. Ujub

Membangga banggakan diri, rasa diri hebat yang timbul dari dalam hatinya karena merasa banyaknya amal ibadah, tidak dirasakan bahwa semua adalah semata mata berkat dan rohmat Alloh. Karena merasa telah melakukan banyak ibadah sehingga menganggap dirinya lebih taat kepada Alloh, lebih mulia dihadapan Alloh, lebih berilmu dan lebih shobar dibandingkan orang lain.

4. Hajbun

Hajbun artinya hijab/dinding/tabir. Dinding yang dimaksud adalah terkena dan kagum atas keindahan amalnya. Sehingga tertahan pandangan hatinya kepada kekaguman itu dan akhirnya berputar putar disitu saja. Beragam godaan dari dalam hati tersebut sebenarnya berpangkal dari penyakit syirik khofi (syirik tersembunyi).

Apabila godaan tersebut dibiarkan bersarang dalam hati para penempuh jalan thoriqoh maka hal itu bisa menjadi 'penyamun' yang senantiasa menjegal dan menggagalkan perjalanan manusia untuk mencapai tujuan thoriqoh.
Wa allohu A'lam

Syariat Thariqah Haqiqah Ma’rifah

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah-istilah agama yang kadang-kadang pengertian masyarakat masih rancu, istilah tersebut antara lain :

Syariat  Thariqah Haqiqah Ma’rifah

1. Syariat :

Adalah hukum Islam yaitu Al qur’an dan sunnah Nabawiyah / Al Hadist yang merupakan sumber acuan utama dalam semua produk hukum dalam Islam, yang selanjutnya menjadi Madzhab-madzhab ilmu Fiqih, Aqidah dan berbagai disiplin ilmu dalam Islam yang dikembangkan oleh para ulama dengan memperhatikan atsar para shahabat ijma’ dan kiyas. Dalam hasanah ilmu keislaman terdapat 62 madzhab fiqh yang dinyatakanmu’tabar (Shahih dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya) oleh para ulama. Sedangkan dalam hasanah ilmu Tuhid (keimanan), juga dikenal dengan ilmu kalam. Ahirnya ummat Islam terpecah menjadi 73 golongan / firqah dalam konsep keyakinan. Perbedaan ini terdiri dari perbedaan tentang konsep konsep, baik menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para malaikat, kitab kitab Allah, para Nabi dan Rasul, Hari Qiamat dan Taqdir.

Namun dalam masalah keimanan berbeda dengan Fiqih. Dalam Fiqh masih ada toleransi atas perbedaan selama perbedaan tersebut tetap merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah, dan sudah teruji kebenarannya serta diakui kemu’tabarannya oleh para ulama yang kompeten. Akan tetapi dalam konsep keimanan, dari 73 golongan yang ada, hanya satu golongan yang benar dan menjadi calon penghuni surga, yaitu golongan yang konsisten / istiqamah berada dibawah panji Tauhidnya Rasulullah SWA dan Khulafa Ar Rasyidiin Al Mahdiyyin yang selanjutnya dikenal dengan Ahlu As Sunnah wal Jamaah. Sedangkan firqah / golongan lainnya dinyatakan sesat dan kafir. Jika tidak bertaubat maka mereka terancam masuk dalam neraka. Na’udzubillah.

2. Thariqah :

Adalah jalan / cara / metode implementasi syariat. Yaitu cara / metode yang ditempuh oleh seseorang dalam menjalankan Syariat Islam, sebagai upaya pendekatannya kepada Allah Swt. Jadi orang yang berthariqah adalah orang yang melaksanakan hukum Syariat, lebih jelasnya Syariah itu hukum dan Thariqah itu prakteknya / pelaksanaan dari hukum itu sendiri.

Thariqah ada 2(dua) macam :

Thariqah ‘Aam : adalah melaksanakan hukum Islam sebagaimana masyarakat pada umumnya, yaitu melaksanakan semua perintah, menjauhi semua larangan agama Islam dan anjuran anjuran sunnah serta berbagai ketentuan hukum lainnya sebatas pengetahuan dan kemampuannya tanpa ada bimbingan khusus dari guru / mursyid / muqaddam.

Thariqah Khas : Yaitu melaksanakan hukum Syariat Islam melalui bimbingan lahir dan batin dari seorang guru / Syeikh / Mursyid / Muqaddam. Bimbingan lahir dengan menjelaskan secara intensif tentang hukum-hukum Islam dan cara pelaksanaan yang benar. Sedangkan bimbingan batin adalah tarbiyah rohani dari sang guru / Syeikh / Mursyid / Muqaddam dengan izin bai’at khusus yang sanadnya sambung sampai pada Baginda Nabi, Rasulullah Saw. Thariqah Khas ini lebih dikenal dengan nama Thariqah as Sufiyah / Thariqah al Auliya’.Thariqah Sufiyah yang mempunyai izin dan sanad langsung dan sampai pada Rasulullah itu berjumlah 360 Thariqah. Dalam riwayat lain mengatakan 313 thariqah. Sedang yang masuk ke Indonesia dan direkomendasikan oleh Nahdlatul Ulama’ berjumlah 44 Thariqah, dikenal dengan Thariqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyah dengan wadah organisasi yang bernama Jam’iyah Ahlu Al Thariqah Al Mu’tabarah Al Nahdliyah.

Dalam kitab Mizan Al Qubra yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany ada sebuah hadits yang menyatakan :

ان شريعتي جا ئت على ثلاثما ئة وستين طريقة ما سلك احد طريقة منها الا نجا .(ميزان الكبرى للامام الشعرني : 1 / 30)

“Sesungguhnya syariatku datang dengan membawa 360 thariqah (metoda pendekatan pada Allah), siapapun yang menempuh salah satunya pasti selamat”. (Mizan Al Qubra: 1 / 30 )

Dalam riwayat hadits yang lain dinyakan bahwa :

ان شريعتي جائت على ثلاثمائة وثلاث عشرة طريقة لا تلقى العبد بها ربنا الا دخل الجنة ( رواه الطبرني )

“Sesungguhnya syariatku datang membawa 313 thariqah (metode pendekatan pada Allah), tiap hamba yang menemui (mendekatkan diri pada) Tuhan dengan salah satunya pasti masuk surga”. (HR. Thabrani)

Terlepas dari perbedaan redaksi dan jumlah thariqah pada kedua riwayat hadits diatas, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus percaya akan adanya thariqah sebagaimana direkomendasi oleh hadits tersebut. Kalau tidak percaya berarti tidak percaya dengan salah satu hadits Nabi SAW yang Al Amiin (terpercaya dan tidak pernah bohong). Lalu bagaimana hukumnya tidak percaya pada Hadits Nabi yang shahiih?

Dari semua thariqah sufiyah yang ada dalam Islam, pada perinsip pengamalannya terbagi menjadi dua macam. Yaitu thariqah mujahadah dan Thariqah Mahabbah. Thariqah mujahadah adalah thariqah / mitode pendekatan kepada Allah SWT dengan mengandalkan kesungguhan dalam beribadah, sehingga melalui kesungguhan beribadah tersebut diharapkan secara bertahap seorang hamba akan mampu menapaki jenjang demi jenjang martabah (maqamat) untuk mencapai derajat kedekatan disisi Allah SWT dengan sedekat dekatnya. Sebagian besar thariqah yang ada adalah thariqah mujahadah.

Sedangkan thariqah mahabbah adalah thariqah yang mengandalkan rasa syukur dan cinta, bukan banyaknya amalan yang menjadi kewajiban utama. Dalam perjalanannya menuju hadirat Allah SWT seorang hamba memperbanyak ibadah atas dasar cinta dan syukur akan limpahan rahmat dan nikmat Allah SWT, tidak ada target maqamat dalam mengamalkan kewajiban dan berbagai amalan sunnah dalam hal ini. Tapi dengan melaksanakan ibadah secara ikhlash tanpa memikirkan pahala, baik pahala dunia maupun pahala ahirat , kerinduan si hamba yang penuh cinta pada Al Khaliq akan terobati. Yang terpenting dalam thariqah mahabbah bukan kedudukan / jabatan disisi Allah. tapi menjadi kekasih yang cinta dan dicintai oleh Allah SWT. Habibullah adalah kedudukan Nabi kita Muhammad SAW. (Adam shafiyullah, Ibrahim Khalilullah, Musa Kalimullah, Isa Ruhullah sedangkan Nabi Muhammad SAW Habibullah). Satu satunya thariqah yang menggunakan mitode mahabbah adalah Thariqah At Tijany.

Nama-nama thariqah yang masuk ke Indonesia dan telah diteliti oleh para Ulama NU yang tergabung dalam Jam’iyyah Ahluth Thariqah Al Mu’tabarah Al Nahdliyah dan dinyatakan Mu’ tabar (benar – sanadnya sambung sampai pada Baginda Rasulullah SAW), antara lain :

1. Umariyah                                       23. Usysyaqiyyah

2. Naqsyabandiyah                           24. Bakriyah

3. Qadiriyah                                       25. Idrusiyah

4. Syadziliyah                                     26. Utsmaniyah

5. Rifaiyah                                          27. ‘Alawiyah

6. Ahmadiyah                                     28. Abbasiyah

7. Dasuqiyah                                      29. Zainiyah

8. Akbariyah                                      30. Isawiyah

9. Maulawiyah                                   31. Buhuriyyah

10. Kubrawiyyah                               32. Haddadiyah

11. Sahrowardiyah                           33. Ghaibiyyah

12. Khalwatiyah                                 34. Khodiriyah

13. Jalwatiyah                                    35. Syathariyah

14. Bakdasiyah                                  36. Bayumiyyah

15. Ghazaliyah                                   37. Malamiyyah

16. Rumiyah                                       38. Uwaisiyyah

17. Sa’diyah                                       39. Idrisiyah

18. Jusfiyyah                                      40. Akabirul Auliya’

19. Sa’baniyyah                                 41. Subbuliyyah

20. Kalsaniyyah                                 42. Matbuliyyah

21. Hamzaniyyah                               43. TIJANIYAH

22. Bairumiyah                                  44. Sammaniyah.

3. Haqiqah

Yaitu sampainya seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. di depan pintu gerbang kota tujuan, yaitu tersingkapnya hijab-hijab pada pandangan hati seorang salik (hamba yang mengadakan pengembaraan batin) sehigga dia mengerti dan menyadari sepenuhnya Hakekat dirinya selaku seorang hamba didepan TuhanNya selaku Al Kholiq Swt. bertolak dari kesadaran inilah, ibadah seorang hamba pada lefel ini menjadi berbeda dengan ibadah orang kebanyakan. Kebanyakan manusia beribadah bukan karena Allah SWT, tapi justru karena adanya target target hajat duniawi yang ingin mereka dapatkan, ada juga yang lebih baik sedikit niatnya, yaitu mereka yang mempunyai target hajat hajat ukhrawi (pahala akhirat) dengan kesenangan surgawi yang kekal.

Sedangkan golongan Muhaqqiqqiin tidak seperti itu, mereka beribadah dengan niat semata mata karena Allah SWT, sebagai hamba yang baik mereka senantiasa menservis majikan / tuannya dengan sepenuh hati dan kemampuan, tanpa ada harapan akan gaji / pahala. Yang terpenting baginya adalah ampunan dan keridhaan Tuhannya semata. Jadi tujuan mereka adalah Allah SWT bukan benda benda dunia termasuk surga sebagaimana tujuan ibadah orang kebanyakan tersebut diatas.

4. Ma’rifah

Adalah tujuan akhir seorang hamba yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. (salik) Yaitu masuknya seorang salik kedalam istana suci kerajaan Allah Swt. ( wusul ilallah Swt). sehingga dia benar benar mengetahui dengan pengetahuan langsung dari Allah SWT. baik tentang Tuhannya dengan segala keagungan Asma’Nya, Sifat sifat, Af’al serta DzatNya. Juga segala rahasia penciptaan mahluk diseantero jagad raya ini. Para ‘Arifiin ini tujuan dan cita cita ibadahnya jauh lebih tinggi lagi, Mereka bukan hanya ingin Allah SWT dengan Ampunan dan keridhaanNYa, tapi lebih jauh mereka menginginkan kedudukan yang terdekat dengan Al Khaliq, yaitu sebagai hamba hamba yang cinta dan dicintai oleh Allah SWT.

(syariah dan Thariqah) kita bisa mempelajari teori dan praktek secara langsung, baik melalui membaca kitab-kitab / buku-buku maupun melalui pelajaran-pelajaran (ta’lim) dan pendidikan (Tarbiyah) bagi ilmu Thariqah. Sedangkan Haqiqah dan ma’rifah pada prinsipnya tidak bisa dipelajarisebagai mana Syariah dan Thariqah karena sudah menyangkut Dzauqiyah.

Haqiqah dan ma’rifah lebih tepatnya merupakan buah / hasil dari perjuangan panjang seorang hamba yang dengan konsisten (istiqamah) mempelajari dan menggali kandungan syariah dan mengamalkanya dengan ikhlash semata mata karena ingin mendapatkan ridha dan ampunan serta cinta Allah SWT.

Perumpamaan yang agak dekat dengan masalah ini adalah : ibarat satu jenis makanan atau minuman ( misalnya nasi rawon ). Resep masakan nasi rawon yang menjelaskan bahan bahan dan cara membuat nasi rawon itu sama dengan Syariah. Bimbingan praktek memasak nasi rawon itu sama dengan Thariqah. Resep dan praktek masak nasi rawon ini bisa melalui buku dan mempraktekkan sendiri (ini thariqah ‘am ) sedangkan resep dan praktek serta bimbingan masak nasi rawon dengan cara kursus pada juru masak yang ahli (itu namanya Thariqah khusus). Makan nasi rawon dan menjelaskan rasa / enaknya ini sudah haqiqah dan tidak ada buku panduannya, demikian juga makan nasi rawon dan mengetahuisecara detail rasa, aroma, kelebihan dan kekurangannya itu namanya ma’rifah.

 Wa allohu A'lam ..

Sumber :

    Keputusan Kongres & Mubes Jam’iyah Ahli Thariqah Mu’tabaroh An Nahdliyah, pada hasil Mu’tamar kedua di Pekalongan tanggal 8 Jumadil Ula 1379 H / 9 November 1959. halaman 25.
    http://www.piss-ktb.com/2011/12/920-makalah-perbedaan-syariat-thoriqoh.html

Macam-Macam Thoriqoh Mu’tabarroh


Macam-macam thoriqoh mu’tabarroh yang disahkan oleh NU, semuanya berjumlah sebanyak 44 macam, dikutib dari kitab Fuyudlotu Robbaniyah hal 25 :

1. Thoriqoh Umariyyah
2. Thoriqoh Naqsabandiyyah
3. Thoriqoh Qodiriyyah
4. Thoriqoh Syadziliyyah
5. Thoriqoh Ri’faiyyah
6. Thoriqoh Ahmadiyyah
7. Thoriqoh Dasuqiyyah
8. Thoriqoh Akbariyyah
9. Thoriqoh Maulawiyyah
10. Thoriqoh Kubrowiyyah
11. Thoriqoh Sahrowardiyyah
12. Thoriqoh Kholwatiyyah
13. Thoriqoh Jalwatiyyah
14. Thoriqoh Bakdasyiyyah
15. Thoriqoh Ghozaliyyah
16. Thoriqoh Rumiyyah
17. Thoriqoh Sa’diyyah
18. Thoriqoh Justiyyah
19. Thoriqoh Sya’baniyyah
20. Thoriqoh Kalsyaniyyah
21. Thoriqoh Hamzaniyyah
22. Thoriqoh Bajrumiyyah
23. Thoriqoh Usysyaqiyyah
24. Thoriqoh Bakriyyah
25. Thoriqoh ‘Idrusiyyah
26. Thoriqoh ‘Utsmaniyyah
27. Thoriqoh’Alawiyyah
28. Thoriqoh Abbasiyyah
29. Thoriqoh Zainiyyah
30. Thoriqoh ‘Isawiyyah
31. Thoriqoh Buhuriyyah
32. Thoriqoh Haddadiyyah
33. Thoriqoh Ghaibiyyah
34. Thoriqoh Khodliriyyah
35. Thoriqoh Syathoriyyah
36. Thoriqoh Bayuniyyah
37. Thoriqoh Malamiyyah
38. Thoriqoh Uwaisiyyah
39. Thoriqoh Idrisiyyah
40. Thoriqoh Akabiral Auliyyah
41. Thoriqoh Matbuliyyah
42. Thorqoh Sunbuliyyah
43. Thoriqoh Tijaniyyah
44. Thoriqoh Samaniyyah

Sementara untuk di Indonesia sendiri Thoriqoh yang banyak diamalkan kurang lebih hanya lima macam yaitu :
1. Thoriqoh Naqsabandiyyah
2. Thoriqoh Qodiriyyah
3. Thoriqoh Syadziliyyah
4. Thoriqoh Syathariyyah
5. Thariqoh Tijaniyyah

Wa Allohu A'lam

Jumat, 03 Mei 2013

Kisah Abu Bakar Asy-Syibli



Ia pernah menjadi gubernur. Demi mencari kebenaran Ilahiah, ia rela meninggalkan jabatan, lalu jadi pengemis, dan sempat kelaparan.

Nama Abu Bakar Asy-Syibli banyak menghiasi berbagai kitab tentang sufi. Ulama besar ini tidak hanya dikenal dengan konsepnya tentang bagaimana menempuh jalan kerohanian, tapi juga terkenal karena kehidupannya yang unik. Harta berlimpah dan jabatan tinggi ditinggalkannya, demi memburu hakikat hidup dalam ritus sufisme yang mendalam. Tak pelak kehidupannya yang unik memberikan inspirasi para peminat tasawuf bagi generasi-generasi berikutnya.

Nama aslinya adalah Abu Bakar bin Dulaf ibnu Juhdar Asy-Syibly. Nama Asy-Syibli dinisbatkan kepadanya karena ia dibesarkan di Kota Syibli di wilayah Khurasan, Persia. Ia dilahirkan pada 247 H di Baghdad atau Samarra dari keluarga yang cukup terhormat. Mendapat pendidikan di lingkungan yang taat beragama dan berkecukupan harta, ia berkembang menjadi seorang yang cerdas.

Di Baghdad ia bergabung dengan kelompok Junaid. Ia menjadi sosok terkemuka dalam sejarah Al-Hallaj yang menghebohkan. Ia dikenal karena perilakunya yang eksentrik, yang menyebabkan akhirnya menyeret dia ke rumah sakit jiwa. Ia meninggal dunia pada 334 H / 846 M dalam usia 87 tahun.

Mula-mula ia menempuh pendidikan agama dengan belajar fikih Mazhab Maliki dan ilmu hadits selama hampir 12 tahun. Kecerdasan dan keluasannya dalam ilmu agama membawanya masuk dalam lingkungan kekuasaan, sehingga sempat menyandang berbagai jabatan. Karirnya melesat, ia menduduki beberapa jabatan penting selama bertahun-tahun. Ia, antara lain, menjabat sebagai Gubernur di Provinsi Dermavend.

Dalam buku ajaran dan teladan para sufi, Dr. HM. Laili Mansur menulis:

    “Bersama dengan seorang pejabat baru, Abu Bakar Asy-Syibli dilantik oleh Khalifah dan secara resmi dikenakan seperangkat jubah pada dirinya. Setelah pulang, di tengah jalan pejabat baru itu bersin dan batuk-batuk seraya mengusapkan jubah baru itu ke hidung dan mulutnya. Perbuatan pejabat tersebut dilaporkan kepada Khalifah. Dan Khalifah pun memecat serta menghukumnya.”

Asy-Syibli pun terheran-heran, mengapa hanya karena jubah seseorang bisa diberhentikan dari jabatannya dan dihukum. Tak ayal, peristiwa ini membuatnya merenung selama berhari-hari. Ia kemudian menghadap Khalifah dan berkata:

    “Wahai Khalifah, engkau sebagai manusia tidak suka bila jubah jabatan diperlakukan secara tidak wajar. Semua orang mengetahui betapa tinggi nilai jubah itu. Sang Maharaja alam semesta telah menganugerahkan jubah kepadaku di samping cinta dan pengetahuan. Bagaimana dia akan suka kepadaku jika aku menggunakannya sebagai sapu tangan dalam pengabdianku pada manusia?”

Sejak itu ia meninggalkan karir dan jabatanya, dan ingin bertobat. Kisah pertobatannya menyentuh kalbu. Asy-Syibli mulai mengarungi dunia tasawuf. Ia berguru kepada sejumlah ulama sebagai pembimbing spritualnya. Antara lain ia juga masuk ke dalam kelompok spritual Khairal Nassaj. Belakangan ia juga berguru kepada beberapa sufi terkenal, seperti Junaid Al-Baghdadi – yang sangat mempengaruhi perkembangan kerohaniannya. Sufi masyhur yang cemerlang dalam berbagai gagasan tasawuf ini memang punya banyak pengikut.

Pertemuannya dengan Junaid Al-Baghdadi digambarkan oleh Fariduddin Aththar dalam kitab Tadzkirul Awliya. “Engkau dikatakan sebagai penjual mutiara, maka berilah aku satu atau juallah kepadaku sebutir,” kata Asy-Syibli kepada Junaid.

Maka Junaid pun menjawab:

“Jika kujual kepadamu, engkau tidak sanggup membelinya, jika kuberikan kepadamu secara cuma-cuma, karena begitu mudah mendapatkannya engkau tidak akan menyadari betapa tinggi nilainya. Lakukanlah apa yang aku lakukan, benamkanlah dulu kepalamu di lautan, apabila engkau dapat dapat menunggu dengan sabar, niscaya engkau akan mendapatkan mutiaramu sendiri.”

Lalu kata Asy-Syibli, ”Jadi apakah yang harus kulakukan sekarang?”

Jawab Junaid, “Hendaklah engkau berjualan belerang selama setahun.”

Maka Asy-Syibli berjualan belerang selama setahun. Lorong-lorong Kota Baghdad dilaluinya tanpa seorangpun yang mengenalnya. Setelah setahun lewat, ia kembali kepada Junaid. Maka ujar Junaid:

“Sekarang sadarilah nilaimu! Kamu tidak ada artinya dalam pandangan orang lain. Janganlah engkau membenci mereka dan janganlah engkau segan. Untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi bendahara, dan untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi Gubernur. Sekarang kembalilah ke tempat asalmu dan berilah imbalan kepada orang-orang yang pernah engkau rugikan.”

Maka ia pun kembali ke Kota Demavend. Rumah demi rumah disinggahinya untuk menyampaikan imbalan kepada orang-orang yang pernah dirugikannya. Akhirnya masih tersisa satu orang, tapi ia tidak tahu kemana dia pergi. Ia lalu berkata, “Aku telah membagi-bagikan 1000 dirham, tapi batinku tetap tidak menemukan kedamaian.” Setelah empat tahun berlalu, ia pun kembali menemui Junaid. Perintah Junaid, “Masih ada sisa-sisa keangkuhan dalam dirimu. Mengemislah selama setahun!”

Tanpa banyak bicara, ia pun segera melaksanakan perintah sang guru. “Setiap kali aku mengemis, semua yang kuperoleh kuserahkan kepada Junaid. Dan Junaid membagi-bagikan kepada orang-orang miskin, sementara pada malam hari aku dibiarkan kelaparan,” kenang Asy-Syibli.

Setahun kemudian Junaid berkata, “Kini kuterima engkau sebagai sahabatku, tapi dengan satu syarat, engkau terus jadi pelayan sahabat-sahabatku.”

Setelah ia melaksanakan perintah sang guru, Junaid berkata lagi, “Hai Abu Bakar, bagaimanakah pandanganmu sekarang terhadap dirimu sendiri?” Jawab Asy-Syibli, “Aku memandang diriku sendiri sebagai orang yang terhina di antara semua makhluk Allah.”

Junaid menimpali, “Sekarang sadarilah nilai dirimu, engkau tidak ada nilainya di mata sesamamu. Jangan pautkan hatimu pada mereka, dan janganlah sibuk dengan mereka.” Junaid pun tersenyum, sembari berkata, “Kini sempurnalah keyakinanmu.”

Banyak hikmah dan karomah di sekitar sufi besar ini. Dalam kitab Tadzkirul Awliya diceritakan, selama beberapa hari Syibli menari-nari di bawah sebatang pohon sambil berteriak-teriak, “Hu, Hu, Hu!”

Para sahabatnya bertanya-tanya, “Apakah arti semua ini?” beberapa hari kemudian Syibli menjawab, “Merpati hutan di pohon itu meneriakkan “Ku, Ku”, maka aku pun mengirinya dengan “Hu, Hu”, burung itu tidak berhenti bernyanyi sebelum aku berhenti meneriakkan Hu, Hu,” begitulah!”
Membakar Surga

Di lain hari orang menyaksikan Syibli berlari-lari sambil membawa obor. “Hendak kemanakah engkau?” tanya orang-orang itu. “Aku hendak membakar Ka’bah, sehingga orang-orang hanya mengabdi kepada yang memiliki Ka’bah,” jawab Syibli.

Di lain waktu, tampak Syibli membawa sepotong kayu yang terbakar di kedua ujungnya, “Aku hendak membakar neraka dengan api di satu ujung kayu ini dan membakar surga dengan api di ujung lainnya, sehingga manusia hanya mengabdi karena Allah.

Setelah mengalami kemajuan spiritual sampai pada suatu titik di mana ia dapat memenuhi sakunya dengan gula-gula, dan pada setiap bocah yang ia temui, ia akan berkata, “Katakanlah, Allah!” lalu ia akan memberikan gula-gula. Setelah itu ia akan memenuhi saku bajunya dengan uang dirham dan dinar. Ika berkata, “Siapa saja yang berkata Allah sekali saja, aku akan penuhi mulutnya dengan emas.”

Setelah itu semangat kecemburuan berkobar dalam dirinya, dengan menghunus pedang, sambil berkata, “Siapa saja yang menyebut nama Allah, akan ku tebas kepalanya dengan pedang ini,” pekiknya.

Orang-orang berkata, “Sebelumnya engkau biasa memberikan gula-gula dan emas, namun mengapa sekarang engkau mengancam mereka dengan pedang?”

Ia menjelaskan, “Sebelum ini aku kira mereka menyebut nama-Nya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan hakiki. Kini aku sadar bahwa mereka melakukannya tanpa perhatian dan hanya sekedar kebiasaan. Aku tidak dapat membiarkan lidah-lidah kotor menyebut nama-Nya.”

Setelah itu di setiap tempat yang ia temui, ia menuliskan nama Allah. Tiba-tiba sebuah suara berkata padanya: “Sampai kapan engkau akan terus berkutat dengan nama itu? Jika engkau merupakan seorang pencari sejati, carilah pemiliknya!”

Kata-kata ini begitu menyentak As-Syibli. Tak ada lagi ketenangan dan kedamaian yang ia rasakan. Betapa kuatnya cinta menguasainya, begitu sempurnanya ia diliputi oleh gonjang-ganjing mistis, sampai-sampai ia menceburkan diri ke Sungai Tigris.

Gelombang sungai membawanya kembali ke tepi. Kemudian ia menghempaskan dirinya ke dalam kobaran api, namun api itu kehilangan daya untuk membakarnya. Ia mencari tempat di mana sekelompok singa berkumpul lalu berdiam diri di sana, namun singa-singa itu malah melarikan diri menghindarinya. Ia terjun bebas dari puncak gunung, namun angin mencengkram dan menurunkannya ke tanah dengan selamat. Kegelisahannya semakin memuncak beribu-ribu kali lipat.

Ia memekik, “Terkutuklah ia, yang tidak diterima oleh air maupun api, yang ditolak oleh binatang buas dan pengunungan!” Lalu terdengarlah sebuah suara, “Ia yang diterima oleh Allah, tidak diterima oleh yang lain.”

Kemudian orang-orang membelenggunya dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Mereka berkata, “Orang ini sudah gila.”

Ia menjawab, “Di mata kalian aku ini gila dan kalian waras. Semoga Allah menambah kegilaanku dan kewarasan kalian. Kalian dihempaskan semakin jauh dan jauh lagi!”

Khalifah lalu menyuruh seseorang untuk merawatnya. Orang itu datang dan menjejalkan obat secara paksa ke mulut As-Syibli.

“Jangan persulit dirimu,” pekik As-Syibli. “Penyakit ini bukanlah jenis penyakit yang dapat disembuhkan dengan obat-obatan seperti itu.”

Saat As-Syibli tengah dikurung dan di belenggu di rumah sakit jiwa, beberapa orang sahabatnya datang menjenguk.

“Siapa kalian?” pekiknya.

“Sahabat-sahabatmu,” jawab mereka.

Tiba-tiba ia mulai melempari mereka dengan batu, dan mereka lari menghindar.

Ia berteriak, “Dasar pembohong! Apakah seorang sahabat lari dari sahabatnya hanya karena beberapa bongkah batu? Ini membuktikan bahwa kalian sebenarnya adalah sahabat bagi diri kalian sendiri, bukan sahabatku!”

***

DIRIWAYATKAN bahwa ketika As-Syibli mulai mempraktikkan penyangkalan diri, selama bertahun-tahun ia biasa mengurapi matanya dengan garam agar ia tetap terjaga. Ia telah menghabiskan 260 kilogram untuk itu.

Ia kerap berujar, “Allah Yang Maha Kuasa selalu memperhatikanku.”

“Orang yang tidur itu lalai, dan orang lalai itu terhijabi,” tambahnya.

Suatu hari Junaid mengunjungi As-Syibli dan melihat sedang menahan kelopak matanya dengan jepitan.

“Mengapa engkau melakukan ini?” tanya Junaid.

“Kebenaran telah menjadi nyata, namun aku tak tahan melihatnya,” jawab As-Syibli. “Aku menjepit kelopak mataku karena siapa tahu Dia berkenan menganugerahkanku satu pandangan saja.”

As-Syibli biasa pergi ke sebuah gua dengan membawa seikat tongkat kayu. Kapan saja hatinya lalai, ia akan memukul dirinya sendiri dengan tongkat-tongkat itu.

Akhirnya ia kehabisan tongkat, semuanya telah patah. Maka ia pun membentur-benturkan kedua tangan dan kakinya ke dinding gua.

As-Syibli selalu mengatakan kalimat: “Allah…, Allah…,” salah seorang muridnya yang setia bertanya kepadanya, “Mengapa Guru tidak berkata, “Tiada Tuhan selain Allah.”

As-Syibli menghela nafas dan menjelaskan, “Aku takut ketika aku mengucapkan “Tiada Tuhan” nafasku terhenti sebelum sempat mengatakan “Selain Allah.” Jika begitu, aku akan benar-benar hancur.

Kata-kata ini benar-benar menggetarkan dan menghancurkan hati sang murid, hingga ia tersungkur dan akhirnya meninggal dunia.

Teman-teman si murid itu datang dan menyeret As-Syibli ke hadapan Khalifah. As-Syibli, tetap dalam gejolak ekstasinya, berjalan seperti orang mabuk. Mereka menuduh As-Syibli telah melakukan pembunuhan.

“As-Syibli, apa pembelaanmu?” tanya Khalifah.

As-Syibli menjawab, “Jiwanya, yang terbakar sempurna oleh kobaran api cinta, tak sabar menghadap keagungan Allah. Jiwanya, yang keras disiplinnya, telah terbebas dari keburukan badaniah. Jiwanya, yang telah sampai pada batas kesabarannya sehingga tak mampu menahan lebih lama lagi, dikunjungi secara berturut-turut oleh para utusan Tuhannya yang mendesak. Kilatan cahaya keindahan dari kunjungan ini menembus inti jiwanya. Jiwanya, seperti burung, terbang keluar sangkarnya, keluar tubuhnya. Apa salah As-Syibli dalam hal ini?

“Segera kembalikan As-Syibli ke rumahnya,” perintah Khalifah. “Kata-katanya telah membuat batinku terguncang sedemikian rupa hingga aku bisa terjatuh dari singgasanaku ini!”

Ketika ajalnya hampir tiba, pandangan matanya tampak murung. Ia minta segenggam abu, kemudian ditaburkannya di kepalanya. Ia gelisah.

“Mengapa engkau gelisah?” tanya salah seorang sahabatnya. Maka jawab Syibli:

    “Aku iri kepada Iblis. Di sini aku duduk dalam dahaga, tapi dia memberi nikmat kepada yang lain. Allah telah berfirman: “Sesungguhnya laknat-Ku kepadamu hingga hari kiamat (QS, 38:78). Aku iri karena Iblislah yang mendapatkan kutukan Allah itu. Meskipun berupa kutukan, bukanlah kutukan itu dari Dia dan dari kekuasaan-Nya?”

Apakah yang diketahui oleh si laknat mengenai nilai kutukan itu? Mengapa Allah tidak mengutuk pemimpin-pemimpin kaum muslimin dengan membuat mereka menginjak mahkota di singgasana-Nya? Hanya ahli permatalah yang mengetahui nilai permata. Jika seorang Raja mengenakan gelang manik dari kristal, itu akan tampak seperti permata. Tapi jika pedagang sayur mengenakan cincin setempel dari permata, cincin itu akan tampak sebagai manik dari kaca.”

Setelah beberapa saat tenang, Syibli kembali gelisah. “Mengapa engkau gelisah lagi?” tanya sahabatnya.

Maka jawabnya, “Angin sedang berembus dari dua arah. Yang satu angin kasih sayang, yang lain angin kemurkaan. Siapa saja yang ingin terhembus oleh angin kasih sayang, tercapailah harapannya. Dan siapa yang terembus angin kemurkaan, tertutuplah penglihatannya. Kepada siapakah angin bertiup? Bila angin kasih sayang berembus ke arahku karena akan tercapai harapan itu, aku dapat menanggung segala penderitaan dan jerih payah. Jika angin kemurkaan berembus ke arahku, penderitaan ini tidak ada artinya dibanding bencana yang akan menimpaku. Tidak ada yang lebih berat dalam batinku daripada uang satu dirham yang kuambil dari seseorang secara aniaya. Walaupun untuk itu aku telah menyedekahkan 1000 dirham, batinku tidak memperoleh ketenangan. Berikan air kepadaku untuk bersuci!”

Maka para sahabatnya pun mengambil air untuknya. Usai bersuci, Asy-Syibli pun wafat dengan tenang.
www.sufiz.com

Adab Ber Dzikir


Untuk melaksanakan dzikir didalam thoriqoh ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali faedahnya. Dalam kitab Al Mafakhir Al-’Aliyah fil Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan pada pasal Adabuddz-Dzikr, sebagaiman dituturkan oleh Asy-Sya’roni bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima)adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas)adab dilakukan pada saat berdzikir,  2(dua) adab dilakukan seelah selesai berdzikir.

Adapun 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;

1... Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.

2... Mandi dan atau wudlu.

3... Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya hatinya dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha illallah.

4... Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.

5... Meyakini bahwa dzikir thoriqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari Rasulullah SAW, karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari Beliau.

Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;

1... Duduk di tempat yang suci seperti duduknya didalam shalat..

2... Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya

3... Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.

4... Memakai pakaian yang halal dan suci.

5... Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.

6... Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dhohir, karena dengan tertutupnya indra dhohir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati / bathin.

7... Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thoriqoh merupakan adab yang sangat penting

8... Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).

9... Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan seseorang yang berdzikir akan sampai derajat Ash-Shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan ) kepada syaikhnya.Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).

10.. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah, karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan-bacaan dzikir syar’i lainnya.

11.. Menghadirkan makna dzikir didalam hatinya.

12.. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah, agar pengaruh kata “illallah” terhujam didalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.

Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;

1... Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thoriqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadloh dan mujahadah tiga puluh tahun.

2... Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini (menurut ulama thoriqoh) lebih cepat menyinarkan bashiroh, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikan-bisikan hawa nafsu dan syetan.

3... Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq dan tahyij (rasa rindu dan gairah) kepada Al-Madzkur/ Allah SWT yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan rasa tersebut.

4... Para guru mursyid berkata:”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut.”Wallahu a’lam.

Keterangan

1... Himmah para syaikh /guru mursyid adalah keinginan para beliau agar semua muridnya bisa wushul kepada Allah SWT.

2... Sikap duduk pada waktu melakukan dzikir ada perbedaan antara aliran thoriqoh yang satu dengan yang lainnya, bahkan antara satu mursyid dengan yang lainnya dalam satu aliran.Ada yang menggunakan cara duduk seperti duduk di dalam shalat (tawarruk atau iftirasy), ada yang tawarruk di balik artinya kaki kanan yang di masukkan di bawah lutut kaki kiri, ada yang dengan muroba’ (bersila) dan ada yang dengan cara seperti saat di bai’at oleh mursyidnya. Oleh karena ittu maka sikap duduk didalam berdzikir bisa dilakukan sesuai dengan petunjuk guru musyidnya masing- masing.

3... Membayangkan pribadi syaikhnya seakan berada di hadapannya pada saat melakukan dzikir, yang lazim di sebut “rabithah” atau “tashawwur” bagi seorang murid thoriqoh. Hal tersebut lebih berfaidah dan lebih mengena dari pada dzikirnya itu.Karena syaikh adalah washilah /perantara untuk wushul kehadirat sang maha haq ‘azza wa jalla bagi si murid, dan setiap kali bertambah wajah kesesuaian bayangannya bersama syaikhnya maka bertambah pula anugerah- anugerah dalam batiniyahnya, dan dalam waktu dekat akan sampailah dia pada apa yang dicarinya (Allah). Dan lazimnya bagi seorang murid untuk fana’/ lebur lebih dahulu dalam pribadi syaikhnya, kemudian setelah itu ia akan sampai pada fana’/ lebur pada Allah Swt.Wallahu a’lam.

4... Yang dimaksud dengan waridudz dzikir segala sesuatu yang datang atau muncul didalam hati berupa makna-makna atau pengertian-pengertian setelah berdzikir yang bukan dikarenakan oleh usaha kerasnya si pelaku dzikir.

Waallohu A'lam.....